Oleh: M Fahri Hozaini
Satu minggu pengalaman di rumah sakit, rasanya ingin ditempat sederhana walau tak ada makanan. Sambil lalu saya berkisah dari perjalanan masuk rumah sakit umum terbaik katanya. Kebetulan saya punya adek sepupu -- sakitnya lambung kotor, beli obat agar kotoran keluar -- begitu rekomendasi rumah sakit. Kurang lebih menjelang empat hari adek saya malah kritis. Keluarga kami panik, bertanya-tanya pada pohon yang mematung karena tak ada tempat bertanya yang paling jujur untuk menjawab ditempat itu.
Karena kami orang desa, peradaban kolot dan barangkali baru tahu bahasa indonesia apalagi bahasa latin yang sering dipakai dalam disiplin ilmu biologi, hanya berharap pada doa-doa orang alim atau kiai kampung agar segera keluar kotoran di perut adek saya.
Pada akhirnya kami sibuk bertanya keputusan dan tak ada tempat terbaik selain dirujuk ke Surabaya. aduh saya menggerutu dalam hati "tempat apaan ini, analisisnya miring, katanya rumah sakit umum, kok malah kami dibuat pusing, apa mungkin karena kami BPJS ya?"
Sepenggal pengalaman sebelumnya saya punya adek perempuan juga mengidam penyakit kista dan berujung harus berobat ke Rumah sakit terbesar di Surabaya. hampir satu minggu kami kesana-kesini mengitari bermacam poli, mulai poli posa, kandungan, aduh pokoknya ribet sakali. Saya sampai mikir kalau ini anak berusia tua kisaran 70 tahun mungkin sudah mati sebelum tindakan. Maaf, saya tak mau mengkritik siapapun, cukup dibaca saja karena ini tulisan anak desa yang belum mengerti betul kehidupan di negeri ini. Saya hanya anak desa yang dikuliahkan orang tua agar dapat pekerjaan, agak meleset sedikit dari tujuan nurani diri,
Sepulang dari rumah sakit -- dari adek saya yang kedua -- saya buka-buka instagram agar jenuh bisa hilang, dan pikiran negatif bisa dihindarkan. Saya lihat satu postingan di akun instagram, kebetulan yang menyampaikan Fahruddin Faiz begini 'katanya Plato geraknya jiwa yang mencari kebahagian itu ada dua, yang pertama gerak membersihkan epithumia dan thymos (thumos),gerak yang kedua setelah beres dirinya sendiri bersih terus jalan dialah yang jadi pemandu, jadi geraknya dua kali; setelah mengatur baru mengarahkan'. Ungkapan Plato ini membuat saya tenang, ini bagian dari tahap mengatur, tapi sayangnya ini diatur oleh keadaan yang tak karuan. berikutnya kata Plato kita mengarahkan, dan berhasil, adek saya diarahkan ke rumah sakit lain.
Baru ditahap selanjutnya adek saya memutuskan pindah rumah sakit di kabupaten yang sama setelah datang kedokter spesialis. Lepas itu baru ketahuan dia terkena Usus Buntu yang sudah pecah. untung saja saya sudah dengar nasehat Plato, kala itu hasrat binatang telah menguasai, rasanya ingin memaki-maki rumah sakit umum sebelumnya. Naif sekali ketika rumah sakit kita sudah lelah dengan -- mungkin saja -- uang yang tak terlalu banyak atau karena kami orang desa yang mudah saja di kelabuhi.
Setelah operasi, melewati masa kritis, akhirnya senyum merekah siang itu pada wajah kami. Ada harapan yang hampir punah karena beberapa kata dari mulut yang haus dengan uang -- atau mungkin karena kami pakai layanan gratis -- ini pengalaman yang luar biasa seperti sulap tapi bukan sihir, seperti mimpi tapi nyata.
Namun, saya mau buat kesimpulan saja. Saya takut diintrogasi karena pencemaran nama baik. Saya nyatakan cerita ini hanya fiktif dan tak mungkin ada di dunia nyata, dan kita yakini saja bahwa cerita ini hanya ada di negeri dongeng.
Sekali lagi cerita ini hanya ada di negeri dongeng..! Sama halnya bermimpi pengalaman sepekan bersama Plato.
0 Comments