MODEL
PENGEMBANGAN KURIKULUM
(Model Ralph Taylor, Hilda Taba, Dk Wheler, Beauchamp dan Roger)
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
wr.wb
Syukur
Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur kehadiran Allah Swt. Yang telah
memberikan rahmat dan hidayah serta nikmat kepada kami sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Solawat dan
salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi besar kita yakni Nabi
Muhammad Saw. Yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang
terang-benderang seperti yang saat ini kita rasakan.
Oleh karena itu
makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan kurikulum
pendidikan agama islam yang di ampuh oleh Bapak Doktor Buna’i, S.Ag, M.Pd
Kami mohon maaf
apabila terdapat banyak kekurangan serta kesalahan pada makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat serta dapat menambah wawasan bagi kita semua.
Amin…
Wassalamualaikum
wr.wb
Sampang,
19 Oktober 2020
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Sampul................................................................................................. ..1
Kata Pengantar....................................................................................................... 2
Daftar Isi………………………………………………………………………….3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang………………………………………………………… 4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………….. 4
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………… 5
BAB II PEMBAHASAN
A.
Komponen-komponen
pengembangan kurikulum…………………….6
B.
model-model
pengembangan kurikulum menurut Ralph Taylor, Hilda Taba, Dk Wheler, Beauchamp
dan Roger …………………………… 8
BAB III PENUTP
A. Kesimpulan…………………………………………………………... 17
DAFTAR
PUSTAKA……………………………….……………………….. 18
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Kurikulum merupakan
instrumen pendidikan yang paling penting, degan kurikulum arah pendidikan akan
semakin terarah. Pendidikan hari ini masih dihadapkan dengan tantangan besar
era. Jika kurikulum stagnan maka pendidikan kita tidak bisa bersaing di
zamannya. Pengembangan kurikulum sangat diperlukan dengan cara menentukan
model-model baru yang lebih serius tanpa menghilang dasar kurikulum sebelumnya.
Mengetahui model
kurikulum adalah salah satu langkah strategis untuk mendialogkan kembali
kurikulum yang sesuai dengan era sekarang (masa pandemik Covid 19). Kurikulum
yang dikembangkan membutuhkan dasar untuk bisa dikembangkan sesuai dengan asas
semula. Salah satu cara mengembangkan model kurikulum melalui pendekatan para
ahli sebelumnya.
Mengenal model
kurikulum menurut beberapa ahli bisa jadi sebagai indikator untuk mengembangkan
sebuah kurikulum. Beberapa ahli seperti Ralph Taylor, Hilda Taba, Dk Wheler,
Beauchamp dan Roger, memiliki gagasan tersendiri untuk mengembangkan model
kurikulum sebagai kebutuhan lebih lanjut.
Kebutuhan lebih lanjut
yang dimaksud berupa pengembangan kurikulum berdasarkan beberapa ahli yang
mencakup ontologis, epistemologi, dan aksiologi. Sesuai pendapat beberapa ahli
yang disebut di atas.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa saja
komponen-komponen pengembangan kurikulum?
2.
Bagaimana model-model
pengembangan kurikulum menurut Ralph Taylor, Hilda Taba, Dk Wheler, Beauchamp
dan Roger?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui
komponen-komponen pengembangan kurikulum.
2.
Untuk mengetahui
model-model-model pengembangan kurikulum menurut Ralph Taylor, Hilda Taba, Dk
Wheler, Beauchamp dan Roger.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Komponen-Komponen
Pengembangan kurikulum
Kurikulum memiliki
arti jalan terang yang dilalui pendidikan/guru dengan peserta didik untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai-nilai.[1]Fungsi
kurikulum sebagai instrumen untuk tercapainya sebuah pendidikan. Sebagai alat
pendidikan kurikulum memiliki bagian-bagian penting dan dapat mendukung
terlaksananya pendidikan. Bagian-bagian ini disebut komponen. Kurikulum sebagai
alat pendidikan memiliki komponen pokok dan komponen penunjang yang saling
berkaitan dan berinteraksi dalam rangka untuk mencapai tujuan tersebut.
Komponen kurikulum meliputi:[2]
1. Komponen tujuan
Kurikulum
merupakan salah satu program yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Tujuan itu dijadikan sebagai arah atau acuan segala kegiatan pendidikan yang
dijalankan. Berhasil tidaknya program pengajaran di sekolah dapat diukur dari
seberapa jauh dan banyaknya pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Dalam setiap
kurikulum lembaga pendidikan yang harus dicapai oleh lembaga pendidikan yang
bersangkutan.
Tujuan
pendidikan nasional merupakan pendidikan pada tataran makroskopik. Selanjutnya
dijabarkan dalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin
dicapai dari setiap jenis dan jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Dalam Permendiknas
N0. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan
dasar dan menengah dirumuskan mengacu pada tujuan umum pendidikan sebagai
berikut:[3]
a.
Tujuan pendidikan
dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
b.
Tujuan pendidikan
menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
c. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejujurannya.
Tujuan
pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan
kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata
pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
2. Komponen isi/materi
Isi program
kurikulum adalah segala sesuatu yang diberikan kepada anak didik dalam kegiatan
belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan. Isi kurikulum meliputi
jenis-jenis bidang studi yang diajarkan dan isi program masing-masing bidang
studi tersebut. Bidang-bidang studi tersebut disesuaikan dengan jenis, jenjang
maupun jalur pendidikan yang ada. Kriteria yang dapat membantu pada perancangan
kurikulum dalam menentukan isi kurikulum. Kriteria tersebut antara lain:[4]
a.
Materi kurikulum
berupa bahan pelajaran terdiri dari bahan kajian atau topik-topik pelajaran
yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses pembelajaran.
b.
Mengacu pada
pencapaian tujuan setiap tujuan pembelajaran.
c.
Diarahkan untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional.
3. Komponen media atau sarana dan prasarana
Media merupakan
sarana perantara dalam pengajaran. Media merupakan perantara menjabarkan isi
kurikulum. Oleh karena itu pemanfaatan dan pemakaian media dalam pengajaran
secara tepat terhadap pokok bahasan yang disajikan pada peserta didik akan
memudahkan peserta didik dalam menanggapi, dan memahami sajian guru dalam
pembelajaran.
4. Komponen strategis
Strategi
merujuk pada pendekatan metode dan peralatan mengajar yang digunakan dalam
pengajaran. Tetapi pada hakikatnya strategi pengajaran tidak hanya terbatas
pada hal itu saja. Pembahasan strategi pembelajaran tergambar dari cara yang
ditempuh dalam melaksanakan pengajaran, pengadaan penilaian, pelaksanaan
bimbingan dan mengatur kegiatan, baik secara umum berlaku maupun yang bersifat
khusus dalam pengajaran.
5. Komponen proses pembelajaran
Komponen ini
sangat urgen dalam sistem pengajaran. Sebab melalui proses belajar mengajar
akan terjadi perubahan tingkah laku diri pada peserta didik. Keberhasilan
pelaksanaan proses belajar mengajar merupakan indikator keberhasilan
pelaksanaan kurikulum.[5]
6. Komponen evaluasi
Evaluasi
merupakan salah satu komponen kurikulum dalam pengertian terbatas. Evaluasi
kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat tercapainya tujuan-tujuan
pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan.
B.
Model-Model Pengembangan
Kurikulum
Model pengembangan
kurikulum adalah model yang digunakan untuk mengembangkan suatu kurikulum,
dimana pengembangan kurikulum dibutuhkan untuk memperbaiki atau menyempurnakan
kurikulum yang dibuat untuk dikembangkan sendiri baik dari pemerintah pusat,
pemerintah daerah atau sekolah.[6]
Pengembangan kurikulum
tidak lepas dari beberapa aspek yang mempengaruhinya seperti cara berpikir,
sistem nilai – nilai moral, keagamaan, politik, budaya dan sosial—proses
pengembangan, kebutuhan peserta didik, kebutuhan masyarakat maupun arah program
pendidikan. Aspek-aspek tersebut akan menjadi bahan yang perlu dipertimbangkan
secara matang-matang. Model pengembangan kurikulum merupakan suatu prosedur
dalam rangka mendesain, menerapkan, dan mengevaluasi suatu kurikulum. Berikut
akan dijabarkan model kurikulum menurut beberapa ahli:
1.
Ralph Tyler
Ralph Tyler
lahir pada 22 april 1902 di Chicago, Tyler merupakan seorang pendidik dari
Amerika yang bekerja dibidang penilaian dan evaluasi. Ia mendapat jabatan di
sejumlah badan yang menetapkan pedoman untuk mempengaruhi kebijakan dan yang
mendasari lahirnya Undang-Undang Pendidikan Dasar dan tahun 1965 di Amerika.
Tyler membagi aktivitasnya, pada siang hari bersekolah, dan malam harinya ia
bekerja sebagai operator telegram kereta api. Ia menerima gelar sarjana pada
tahun 1921 saat usia 19 tahun dari Doana Collega di Kreta, Nebraska. Aktivitas
pertama mengajarnya sebagai guru sekolah tinggi di Pierre, south Dakota.
Kemudian ia memperoleh gelar master dari universitas Nebraska pada tahun 1923
dan gelar Ph. D. dari Universitas Chicago pada tahun 1927.[7]
Sebagai bapak
pengembangan kurikulum, Tyler telah menanamkan atas perlunya hal yang rasional,
sistematis, dan pendekatan yang berarti dalam tugas mereka. Tetapi pendapat
Tyler dipandang rendah oleh beberapa penulis sebelumnya.
Beberapa
penulis lain berpendapat bahwa Tyler tidak menjelaskan sumber tujuan dengan
memadai. Tetapi, sebenarnya Tyler telah membahas hal itu dalam sebuah buku
utuh. Tyler telah menguraikan dan menganalisis sumber-sumber tujuan yang datang
dari anak didik, mempelajari kehidupan kontemporer, mata pelajaran yang
bersifat akademik, filsafat, dan psikologi belajar.[8]
Walaupun demikian, Tyler tidak menyebutkan langkah-langkah konkret dalam
pengembangan kurikulum. Tyler hanya memberikan dasar-dasarnya saja. Model
pengembangan kurikulum ini dapat dilihat pada tahapan berikut:
a.
Objectives (menentukan tujuan pendidikan yang diharapkan). Dalam
menentukan tujuan pendidikan melalui langkah-langkah sebagai berikut;
mempelajari siswa sebagai sumber tujuan, mempelajari kehidupan kontemporer di
lingkungan masyarakat, penentuan tujuan berdasarkan tinjauan filosofis,
peninjauan tujuan berdasarkan tinjauan psikologis.
b.
Selecting
Learning Experiences (menentukan
pengalaman belajar yang akan diperoleh guna mencapai tujuan yang dimaksud). Ada
beberapa prinsip pengalaman belajar; memberikan kesempatan pada siswa untuk
berbuat tingkah laku yang menjadi tujuan, pengalaman belajar harus menyenangkan
bagi siswa, siswa harus terlibat dalam belajar, diberikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan pendidikan, pengalaman belajar yang disediakan dapat memberikan
beberapa kemampuan, yaitu, kemampuan berpikir, memperoleh informasi,
mengembangkan sikap sosial, mengembangkan miant.
c.
Organizing
Learning Experiences (mengorganisasi
pengalaman belajar yang akan diberikan)
d.
Evaluation (Mengevaluasi efektivitas pengalaman belajar guna mengetahui
tujuan pendidikan telah dicapai).[9]
Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan
yang ditetapkan dan mengetahui.
2.
Hilda Taba
Proses
pengembangan kurikulum menurut Taba dapat dilakukan dengan lima langkah.
Dimulai dengan mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru. Di dalam unit
ini diadakan studi yang seksama tentang hubungan antara teori dan praktik.
Perencanaan didasarkan atas dasar teori yang kuat, dan pelaksanaan eksperimen
di dalam kelas menghasilkan data-data yang digunakan untuk menguji landasan
teori yang digunakan.
Ada delapan
langkah yang digunakan dalam kegiatan unit eksperimen menurut Taba yaitu;
mendiagnosis kebutuhan, merumuskan tujuan-tujuan khusus, memilih isi,
mengorganisasi isi, memilih pengalaman belajar, mengevaluasi, melihat sekuen,
dan keseimbangan.[10]
Selanjutnya
menguji unit eksperimen, kegiatan ini dilaksanakan tidak hanya pada kelas
eksperimen tetapi diuji juga pada kelas atau tempat lain sehingga dapat
diketahui tingkat validitas dan juga dapat memperoleh data untuk penyempurnaan.
Setelah melakukan penyempurnaan atau revisi juga diadakan konsolidasi. Pada
kegiatan ini dilakukan penarikan kesimpulan yang bersifat umu, karena hasil
dari kesimpulan tersebut belum tentu bisa digunakan di sekolah lain.[11]
Setelah
melakukan penarikan kesimpulan, dilaksanakan pengkajian oleh ahli kurikulum,
tujuannya untuk mengetahui konsep yang digunakan sesuai atau tidak. Kemudian
kurikulum diterapkan di daerah yang lebih luas tidak hanya di sekolah yang
dilakukan eksperimen.[12]
Sehingga dengan langkah ini dapat diketahui masalah yang dihadapi, baik yang
berkaitan dengan pendidikan, fasilitas, hingga pembiayaan.
Taba
menggunakan pendekatan akar rumput bagi perkembangan kurikulum. Taba percaya
kurikulum harus dirancang oleh guru dan bukan diberikan oleh pihak berwenang.
Menurut Taba guru harus memulai proses dengan menciptakan suatu unit belajar
mengajar khusus bagi murid-murid mereka di sekolah dan bukan terlibat dalam
rancangan suatu kurikulum umum.
3.
Dk Wheler
Pendekatan yang
digunakan Wheeler dalam pengembangan kurikulum memiliki bentuk rasional. Setiap
langkah merupakan pengembangan secara logis terhadap yang terdahulu, lebih umum
mengerjakan suatu langkah tertentu tidak dapat dilakukan sebelum
langkah-langkah sebelumnya dilakukan.
Hal ini dapat
dilihat dari 5 langkah berikut yang tampak sekali bahwa elemen-elemen yang
dipakai merupakan perkembangan daripada elemen dari Tyler dan Taba, tapi
dipresentasikan dengan acak dan agak berbeda. Berikut langkah-langkah model
pengembangan kurikulum Wheeler:[13]
a.
Seleksi maksud, tujuan
dan sasaran.
b.
Seleksi pengalaman
belajar untuk membantu mencapai maksud, tujuan dan saran.
c.
Seleksi isi melalui
tipe-tipe tertentu dari pengalaman yang mungkin ditawarkan.
d.
Organisasi dan
integrasi dari pengalaman belajar dan isi yang berkenaan dengan proses belajar
mengajar.
e. Evaluasi dari setiap fase atau masalah tujuan-tujuan.
Kontribusi Wheeler terhadap pengembangan kurikulum adalah
untuk menekankan hakikat lingkaran daripada elemen-elemen kurikulum. Proses
kurikulum tampak lebih sederhana memberikan suatu indikator bahwa
langkah-langkah lingkaran bersifat kontinu atau berkelanjutan memiliki makna
responsif terhadap perubahan-perubahan pendidikan yang ada. Pendapat Wheeler
tentang proses kurikulum menekankan pada saling ketergantungan antara satu
elemen terhadap elemen kurikulum lain, dan telah menempatkan tes dengan waktu
yang baik.[14]
4.
Beauchamp
Dalam model Beaucahamp
(1986) mengemukakan lima hal dalam proses pengembangan kurikulum sebagai
berikut:[15]
a.
Menetapkan wilayah
atau area yang akan melakukan perubahan kurikulum. Wilayah itu bisa terjadi
hanya pada suatu sekolah atau madrasah, satu kecamatan, kabupaten atau kota
atau mungkin tingkat provinsi atau tingkat nasional. Penetapan arena ini
ditentukan oleh wewenang yang dimiliki oleh pengambil kebijakan dalam
pengembangan kurikulum.
b.
Menetapkan personalia,
yaitu pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengembangan kurikulum.
Pihak-pihak yang harusnya dilibatkan dalam proses pengembangan kurikulum itu terdiri
dari para ahli pendidikan termasuk di dalamnya para guru yang dianggap
berpengalaman, seorang profesional dan tenaga lain dalam bidang pendidikan
seperti pustakawan, laboran, konsultan pendidikan. Para profesional dalam
bidang lain seperti tokoh masyarakat, politisi, industriawan, dan pengusaha.
Dalam proses pengembangan kurikulum, semua kelompok yang perlu dirumuskan tugas
dan peranannya secara jelas.
c.
Menetapkan organisasi
dan prosedur yang akan ditempuh yaitu dalam hal merumuskan tujuan umum (standar
kompetensi) dan tujuan khusus (kompetensi dasar), memilih isi dan pengalaman
belajar dan menentukan evaluasi. Keseluruhan prosedur tersebut dapat dibagi ke
dalam lima langkah yaitu; membentuk tim pengembangan kurikulum, melakukan
penilaian terhadap kurikulum yang sedang berjalan, melakukan studi atau
penjajakan tentang penentuan kurikulum baru, merumuskan kriteria dan alternatif
pengembangan kurikulum, menyusun dan menulis kurikulum yang dikehendaki.
d.
Implementasi
kurikulum, pada tahapan ini perlu disiapkan secara matang berbagai hal yang
dapat berpengaruh baik langsung maup un tidak langsung terhadap aktivitas
penggunaan kurikulum seperti pemahaman guru tentang kurikulum, sarana atau
fasilitas yang tersedia dalam manajemen sekolah.
e. Melaksanakan evaluasi kurikulum yang menyangkut; evaluasi
terhadap pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru di sekolah, evaluasi terhadap
desain kurikulum, evaluasi keberhasilan siswa, dan evaluasi dari keseluruhan
sistem kurikulum
Dalam model ini
melibatkan para ahli dan tokoh pendidikan yang berpengaruh pada pengembangan
kurikulum baik secara langsung maupun tidak. Penyesuaian ini disesuaikan dengan
tingkat dan luas wilayah. Sebagaimana untuk tingkat provinsi dan nasional tidak
begitu melibatkan guru. Sebaliknya untuk tingkat di bawahnya seperti kabupaten,
kecamatan, dan sekolah keterlibatan guru lebih besar dalam pengembangan
kurikulum. Langkah ini berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam
perumusan tujuan umum dan tujuan khusus, memilih isi dan pengalaman belajar
serta kegiatan evaluasi, dan dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum.
Selanjutnya mengimplementasikan kurikulum dan mengevaluasi.[16]
5.
Roger
Model
pengembangan kurikulum Roger adalah kurikulum yang dikembangkan individu secara
fleksibel terhadap perubahan-perubahan dengan cara melatih diri berkomunikasi
secara interpersonal.[17]
Ada beberapa
model yang dikemukakan Roger yaitu jumlah model yang paling sederhana sampai
dengan yang paling komplit. Model-model tersebut disusun sedemikian rupa
sehingga model yang berikutnya merupakan penyempurna dari model-model
sebelumnya. Adapun model tersebut dikemukakan sebagai berikut:
a.
Model I, model yang
paling sederhana, mengembangkan bahwa kegiatan pendidikan semata-mata terdiri
atas kegiatan memberikan informasi atau isi pelajaran dan ujian. Hal ini
berdasarkan asumsi bahwa pendidikan adalah evaluasi, dan valuasi adalah
pendidikan, serta pengetahuan adalah akumulasi materi dan informasi.
b.
Model II, dilakukan
dengan menyempurnakan model I yaitu tentang metode dan organisasi bahan ajar.
Dalam pengembangan kurikulum pada model II sudah dipikirkan pemilihan metode
yang efektif bagi berlangsungnya proses belajar. Di samping itu bahan pelajaran
juga sudah disusun secara sistematis, dari yang mudah ke yang lebih sukar dan
juga memperhatikan luas dan dalamnya bahan pelajaran. Akan tetapi model II
belum memperhatikan masalah teknologi pendidikan yang sangat menunjang
keberhasilan kegiatan pengajaran.
c.
Model III,
menyempurnakan model II. Dalam model III telah memasukkan unsur teknologi
pendidikan. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa teknologi pendidikan
merupakan faktor yang sangat menunjang dalam keberhasilan kegiatan belajar
mengajar. Pengembangan kurikulum yang berorientasi pada bahan pelajaran hanya
akan sampai pada model pembelajaran model III. Padahal masih ada satu lagi
masalah pokok yang harus diperhatikan berkaitan dengan masalah tujuan.
d. Model IV, pengembangan kurikulum merupakan penyempurna model
III. Pada model IV telah memasukkan unsur tujuan ke dalamnya. Tujuan itulah
yang bersifat mengikat semua komponen yang lain, baik metode, organisasi bahan,
teknologi pengajaran, isi pelajaran maupun kegiatan penilaian yang dilakukan.
Jika
dinarasikan terdapat tahap pengembangan kurikulum dengan model Roger. tahap
pertama yang dilakukan yaitu memilih target yang akan ikut serta dalam kelompok
intensif dari sistem pendidikan, selanjutnya guru berpartisipasi dalam
pengalaman guru. Pengalaman yang ada dikembangkan pada masing-masing kelas.
Dibutuhkan pula partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok.[18]
Akan tetapi dalam tahapan model ini tidak semua orang tua ikut serta dalam
menyusun kurikulum. Orang tua memiliki peran lebih besar pada saat pelaksanaan
kurikulum. Karena proses belajar tidak hanya berlangsung di sekolah tetapi juga
di rumah. Orang tua juga dapat turut berpartisipasi dalam kegiatan di sekolah
melalui berbagai kegiatan seperti diskusi, pertemuan dengan guru dan pelaporan
hasil belajar. Dari kegiatan tersebut dapat menjadi umpan balik untuk
menyempurnakan kurikulum[19]
proses pengembangan kurikulum dengan model Roger lebih memperhatikan subyek yang
berpengaruh dalam pelaksanaan kurikulum.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Fungsi kurikulum
sebagai instrumen untuk tercapainya sebuah pendidikan. Sebagai alat pendidikan
kurikulum memiliki bagian-bagian penting dan dapat mendukung terlaksananya
pendidikan. Alat-alat yang digunakan dalam kurikulum itu disebut dengan
Komponen kurikulum.
Model pengembangan
kurikulum adalah model yang digunakan untuk mengembangkan suatu kurikulum,
dimana pengembangan kurikulum dibutuhkan untuk memperbaiki atau menyempurnakan
kurikulum yang dibuat untuk dikembangkan sendiri baik dari pemerintah pusat,
pemerintah daerah atau sekolah. Beberapa ahli bisa menjadi acuan untuk
mengembangkan kurikulum, seperti Ralph Taylor, Hilda Taba, Dk Wheler, Beauchamp
dan Roger
B.
Saran
Setelah selesainya
makalah ini penulis berharap tulisan ini berguna untuk pemahaman akademik dan
membantu terbentuknya kurikulum yang berkualitas. Semoga pembaca dapat
mencermati dengan baik, dan kami juga menunggu jika ada kritik saran yang
konstruktif untuk perbaikan tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman
dan Farida Herna Astuti, “Analisis Pengembangan Kurikulum Model Beachamp Di
Madrasah Ibtidaiyah Nurul Islam”, Jurnal realita, 3/5 (April 2018)
Danag
Sukiman, Talaah Kurikulum, Jakarta: Pustaka, 2006.
Dinata
Sukma, N.S, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek, Bandung, 2997.
Hidayat
Tatang, “Model Pengembangan Kurikulum Tyler dan Implikasinya Dalam Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Di Sekolah”, Potensi: Jurnal Kependidikan Islam,
5/1 (Juli-Desember 2019).
Idi
Abdullah, pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Jakarta: Gaya Media,
1999.
Idi
Abdullah, Pengembangan Kurikulum Teori Praktik Ar-Ruzz, (Yogyakarta:
Media, 2011.
Muhaimin,
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam Di Sekolah, Madrasah dan Perguruan
Tinggi, Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2019.
Martopo
Ali, Filsafat Pendidikan Islam, Palembang: Noerfikri, 2016.
Mudhofir
Ali, Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan
Bahan Ajar Dalam Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Rajagrafindo, 2011.
Sukmadinata
Nana Syaodih, Pengantar Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung: Pt Remaja
Rosdakarya, 2012.
Sukmadinata
Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2012.
[1] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam Di Sekolah,
Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2019), 1.
[2] Ali Martopo, Filsafat Pendidikan Islam, (Palembang: Noerfikri,
2016), 120.
[3] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori Praktik Ar-Ruzz, (Yogyakarta:
Media, 2011), 59.
[4] Ali, Filsafat, 120.
[5] Sukiman Danag, Talaah Kurikulum, (Jakarta: Pustaka, 2006),
67.
[6] Tatang Hidayat, “Model Pengembangan Kurikulum Tyler dan
Implikasinya Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di Sekolah”, Potensi:
Jurnal Kependidikan Islam, 5/1 (Juli-Desember 2019),
[7] Tatang Hidayat, “Model Pengembangan Kurikulum Tyler dan
Implikasinya Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di Sekolah”, Potensi:
Jurnal Kependidikan Islam, 5/1 (Juli-Desember 2019), 205-206.
[8] Abdullah Idi, pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Jakarta:
Gaya Media, 1999), 36-37.
[9] Ali Mudhofir, Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan Bahan Ajar Dalam Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:
Rajagrafindo, 2011), 12-13.
[10] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), 166.
[11] Ibid. 167.
[12] Ibid.
[13] Abdullah, Pengembangan, 42
[14] Ibid. 43.
[15] Abdurrahman dan Farida Herna Astuti, “Analisis Pengembangan
Kurikulum Model Beachamp Di Madrasah Ibtidaiyah Nurul Islam”, Jurnal
realita, 3/5 (April 2018), 480-481
[16] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengantar Kurikulum Teori dan Praktek,
(Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, 2012), 164.
[17] Sukma Dinata, N.S, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek, (Bandung,
2997), 34.
[18] Nana, Pengantar, 167.
[19] Ibid. 168.
0 Comments